Herodotus (484 SM-425 SM)
Herodotus adalah ahli sejarah yang hidup pada abad ke-5 SM (484 SM-425 SM). Ia dikenal karena tulisannya ‘sejarah’, suatu kumpulan cerita mengenai berbagai tempat dan orang yang ia kumpulkan sepanjang perjalanannya. Karena karyanya ini, ia sering dianggap sebagai ‘bapak sejarah’.
Sumbangan ilmiah bangsa Yunani dalam dunia linguistik yaitu kejelian mereka dalam mengamati pertumbuhan bahasa sabagai akibat dari interaksi dalam bidang perdagangan dan diplomasi politik antar bangsa Yunani dengan bangsa luar dan juga pendudukan daerah-daerah jajahan. Interaksi tersebut membawa perubahan bahasa dalam hal tukar-menukar leksikal (borrowing), pola kalimat, dan perubahan arti suatu ujaran. Hasilnya, bahasa Yunani yang tadinya satu dialek saja (monolect) berubah menjadi banyak dialek (multilect). Kajian dialek bahasa Yunani pertama diperkenalkan oleh Herodotus.
Perkembangan dialek bahasa Yunani menimbulkan satu permasalahan yang harus diselesaikan, dialek mana yang harus dipakai oleh kaum cerdik cendikia? dalam mempelajari berbagai dialek bahasa Yunani itu, Herodotus melakukan pengamatan terhadap kata-kata asing yang masuk ke dalam bahasa Yunani. Herodotus menyarankan para cerdik cendikia untuk mempergunakan dialek yang dipakai oleh para sarjana Homeric yang telah benar-benar menguasai karya-karya Homer, yang diantaranya yang paling terkenal adalah Illiad dan Odyssey. Dia menyadari bahwa bahasa yang dipergunakan dalam karya-karya Homer tidak mengikuti dialek-dialek yang digunakan oleh masyarakat Yunani pada saat itu, dengan kata lain, bahasa yang dipergunakan dalam karya-karya Homer adalah bahasa Yunani yang masih ‘asli’ yang belum ‘terkontaminasi’ oleh bahasa-bahasa asing. Karya-karya tersebut menempati posisi yang tinggi dalam dunia pendidikan Yunani saat itu, para sarjana menjadikannya sebagai sumber rujukan dalam pendidikan budi pekerti.
Search This Blog
Tuesday, November 24, 2009
Plato (427 SM-347 SM)
Plato (427 SM-347 SM)
Plato (bahasa Yunani Πλάτων) (lahir sekitar 427 SM - meninggal sekitar 347 SM) adalah filsuf Yunani yang sangat berpengaruh, murid Socrates dan guru dari Aristoteles. Karyanya yang paling terkenal ialah Republik (dalam bahasa Yunani Πολιτεία atau Politeia, "negeri") di mana ia menguraikan garis besar pandangannya pada keadaan "ideal". Dia juga menulis 'Hukum' dan banyak dialog di mana Socrates adalah peserta utama.
Sumbangsih Plato yang terpenting tentu saja adalah ilmunya mengenai ide. Dunia fana ini tiada lain hanyalah refleksi atau bayangan daripada dunia ideal. Di dunia ideal semuanya sangat sempurna. Hal ini tidak hanya merujuk kepada barang-barang kasar yang bisa dipegang saja, tetapi juga mengenai konsep-konsep pikiran, hasil buah intelektual. Misalkan saja konsep mengenai "kebajikan" dan "kebenaran".
Dalam bidang linguistik, Plato dianggap orang pertama yang memperkenalkan istilah gramatika, kata tersebut diambil dari bahasa Yunani, grammata, yang berarti ‘dapat membaca dan menulis’ sedangkan istilah untuk orang yang memahami penggunaan huruf-huruf dalam bahasa disebut grammatikos.
Ia membagi kalimat ke dalam dua kategori, yaitu: onoma, yang merupakan komponen nominal, dan rhema, yang merupakan komponen verbal. Plato mendefinisakan kalimat sebagai unit pikiran terkecil dan sebagai ungkapan verbal yang lengkap yang merupakan ide yang lengkap.1
Disamping itu, sumbangsihnya yang tak kalah penting adalah di bidang fonologi, dimana ia membuat sejumlah klasifikasi fonem segmental yang berlaku dalam bahasa Yunani yang terdiri dari bunyi vokal dan konsonan, kemudian ia juga mengelompokkan bunyi konsonan tersebut ke dalam kontinum dan stop yang tidak dapat diujarkan tanpa bunyi vokal yang menyertainya. Tidak cukup disitu, kejelain Plato dalam mengamati perubahan-perubahan yang terjadi dalam kata-kata yang terdiri dari huruf-huruf yang sama tetapi bisa memiliki makna yang berbeda dikarenakan adanya perubahan tekanan dan intonasi, juga adalah salah satu sumbangsih Plato yang penting dalam fonologi, ia mencontohkan kata diiphilos, dalam bahsa Yunani yang berarti ‘sahabat tuhan’ dan kata diphilos, yang berarti nama diri.
Plato (bahasa Yunani Πλάτων) (lahir sekitar 427 SM - meninggal sekitar 347 SM) adalah filsuf Yunani yang sangat berpengaruh, murid Socrates dan guru dari Aristoteles. Karyanya yang paling terkenal ialah Republik (dalam bahasa Yunani Πολιτεία atau Politeia, "negeri") di mana ia menguraikan garis besar pandangannya pada keadaan "ideal". Dia juga menulis 'Hukum' dan banyak dialog di mana Socrates adalah peserta utama.
Sumbangsih Plato yang terpenting tentu saja adalah ilmunya mengenai ide. Dunia fana ini tiada lain hanyalah refleksi atau bayangan daripada dunia ideal. Di dunia ideal semuanya sangat sempurna. Hal ini tidak hanya merujuk kepada barang-barang kasar yang bisa dipegang saja, tetapi juga mengenai konsep-konsep pikiran, hasil buah intelektual. Misalkan saja konsep mengenai "kebajikan" dan "kebenaran".
Dalam bidang linguistik, Plato dianggap orang pertama yang memperkenalkan istilah gramatika, kata tersebut diambil dari bahasa Yunani, grammata, yang berarti ‘dapat membaca dan menulis’ sedangkan istilah untuk orang yang memahami penggunaan huruf-huruf dalam bahasa disebut grammatikos.
Ia membagi kalimat ke dalam dua kategori, yaitu: onoma, yang merupakan komponen nominal, dan rhema, yang merupakan komponen verbal. Plato mendefinisakan kalimat sebagai unit pikiran terkecil dan sebagai ungkapan verbal yang lengkap yang merupakan ide yang lengkap.1
Disamping itu, sumbangsihnya yang tak kalah penting adalah di bidang fonologi, dimana ia membuat sejumlah klasifikasi fonem segmental yang berlaku dalam bahasa Yunani yang terdiri dari bunyi vokal dan konsonan, kemudian ia juga mengelompokkan bunyi konsonan tersebut ke dalam kontinum dan stop yang tidak dapat diujarkan tanpa bunyi vokal yang menyertainya. Tidak cukup disitu, kejelain Plato dalam mengamati perubahan-perubahan yang terjadi dalam kata-kata yang terdiri dari huruf-huruf yang sama tetapi bisa memiliki makna yang berbeda dikarenakan adanya perubahan tekanan dan intonasi, juga adalah salah satu sumbangsih Plato yang penting dalam fonologi, ia mencontohkan kata diiphilos, dalam bahsa Yunani yang berarti ‘sahabat tuhan’ dan kata diphilos, yang berarti nama diri.
Aristoteles (384 SM – 322 SM)
Aristoteles (384 SM – 322 SM)
Aristoteles (Bahasa Yunani: ‘Aριστοτέλης Aristotélēs), (384 SM – 322 SM) adalah seorang filsuf Yunani, murid dari Plato dan guru dari Alexander yang Agung. Ia menulis berbagai subyek yang berbeda, termasuk fisika, metafisika, puisi, logika, linguistik retorika, politik, pemerintahan, etnis, biologi dan zoologi. Bersama dengan Socrates dan Plato, ia dianggap menjadi seorang di antara tiga orang filsuf yang paling berpengaruh di pemikiran Barat
Filsafat Aristoteles berkembang pada waktu ia memimpin Lyceum, yang mencakup enam karya tulisnya yang membahas masalah logika, yang dianggap sebagai karya-karyanya yang paling penting, selain kontribusinya di bidang Metafisika, Fisika, Etika, Politik, Ilmu Kedokteran, dan Ilmu Alam.
Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal. Meskipun demikian, dalam penelitian ilmiahnya ia menyadari pula pentingnya observasi, eksperimen dan berpikir induktif (inductive thinking).
Dalam bidang lnguistik, peranan Aristoteles lebih condong sebagai penyempurna ide-ide dari Plato, gurunya. Jika Plato membagi kalimat menjadi dua klasifikasi onoma dan rhema dan mendefinisakan kalimat sebagai unit pikiran terkecil dan sebagai ungkapan verbal yang lengkap yang merupakan ide yang lengkap, Aristoteles mengartikan kalimat sebagai suatu pernyataan lengkap terhadap sesuatu. Di samping itu, ia berpendapat bahwa kata adalah satu unit linguistik, suatu komponen kalimat, yang mempunyai arti sendiri, tetapi tidak dapat lagi dibagi menjadi bagian yang lebih kecil yang mengandung makna sendiri. Ia beranggapan bahwa kata-kata itu merupakan simbol perasaan dan perwujudan jiwa.
Lebih jauh, dalam hal pengklasifikasian komponen kalimat, Aristoteles masih mempertahankan ide Plato tentang onoma dan rhema, akan tetapi ia menambahkan satu komponen yang ketiga, yaitu sydesmoi (konjungsi, preposisi, artikel, dan kata ganti). Ia juga yang pertama memperkenalkan istilah dan kategori gender dalam onoma dan menetapkan bahwa ciri kata kerja yang paling penting adalah tense dengan mengacu pada perbedaan waktu.
Karena luasnya lingkup karya-karya dari Aristoteles, maka dapatlah ia dianggap berkontribusi dengan skala ensiklopedis, dimana kontribusinya melingkupi bidang-bidang yang sangat beragam sekali seperti Fisika, Astronomi, Biologi, Psikologi, Metafisika (misalnya studi tentang prisip-prinsip awal mula dan ide-ide dasar tentang alam), logika formal, etika, politik, dan bahkan teori, linguistik, retorika dan puisi.
Aristoteles (Bahasa Yunani: ‘Aριστοτέλης Aristotélēs), (384 SM – 322 SM) adalah seorang filsuf Yunani, murid dari Plato dan guru dari Alexander yang Agung. Ia menulis berbagai subyek yang berbeda, termasuk fisika, metafisika, puisi, logika, linguistik retorika, politik, pemerintahan, etnis, biologi dan zoologi. Bersama dengan Socrates dan Plato, ia dianggap menjadi seorang di antara tiga orang filsuf yang paling berpengaruh di pemikiran Barat
Filsafat Aristoteles berkembang pada waktu ia memimpin Lyceum, yang mencakup enam karya tulisnya yang membahas masalah logika, yang dianggap sebagai karya-karyanya yang paling penting, selain kontribusinya di bidang Metafisika, Fisika, Etika, Politik, Ilmu Kedokteran, dan Ilmu Alam.
Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal. Meskipun demikian, dalam penelitian ilmiahnya ia menyadari pula pentingnya observasi, eksperimen dan berpikir induktif (inductive thinking).
Dalam bidang lnguistik, peranan Aristoteles lebih condong sebagai penyempurna ide-ide dari Plato, gurunya. Jika Plato membagi kalimat menjadi dua klasifikasi onoma dan rhema dan mendefinisakan kalimat sebagai unit pikiran terkecil dan sebagai ungkapan verbal yang lengkap yang merupakan ide yang lengkap, Aristoteles mengartikan kalimat sebagai suatu pernyataan lengkap terhadap sesuatu. Di samping itu, ia berpendapat bahwa kata adalah satu unit linguistik, suatu komponen kalimat, yang mempunyai arti sendiri, tetapi tidak dapat lagi dibagi menjadi bagian yang lebih kecil yang mengandung makna sendiri. Ia beranggapan bahwa kata-kata itu merupakan simbol perasaan dan perwujudan jiwa.
Lebih jauh, dalam hal pengklasifikasian komponen kalimat, Aristoteles masih mempertahankan ide Plato tentang onoma dan rhema, akan tetapi ia menambahkan satu komponen yang ketiga, yaitu sydesmoi (konjungsi, preposisi, artikel, dan kata ganti). Ia juga yang pertama memperkenalkan istilah dan kategori gender dalam onoma dan menetapkan bahwa ciri kata kerja yang paling penting adalah tense dengan mengacu pada perbedaan waktu.
Karena luasnya lingkup karya-karya dari Aristoteles, maka dapatlah ia dianggap berkontribusi dengan skala ensiklopedis, dimana kontribusinya melingkupi bidang-bidang yang sangat beragam sekali seperti Fisika, Astronomi, Biologi, Psikologi, Metafisika (misalnya studi tentang prisip-prinsip awal mula dan ide-ide dasar tentang alam), logika formal, etika, politik, dan bahkan teori, linguistik, retorika dan puisi.
Zeno dari Citium (334 SM - 262 SM)
Zeno dari Citium (334 SM - 262 SM)
Zeno dari Citium (bahasa Yunani: Ζήνων ὁ Κιτιεύς, Zēnōn ho Kitieŭs) (334 SM - 262 SM) adalah filsuf Yunani dari Citium (bahasa Yunani: Κίτιον), Siprus. Zeno adalah murid dari Crates dan merupakan pendiri sekolah filsafat Stoic. Tidak banyak yang dapat diketahui tentang kehidupan Zeno dalam sejarah. Di masa mudanya, Zeno adalah seorang pedagang, diceritakan bahwa pada umur 30 tahun, kapal yang ditupanginya karam, ketika ia berlayar dari Phoenicia menuju Peiraeus. Di daerah Peireus, di sepanjang perjalanannya, ia membeli buku-buku karya Socrates, dan timbullah keinginannya untuk dapat bertemu orang-orang seperti Socrates, dan ketika itu, ia bertemu dengan Crates. Akhirnya, Crates mengangkatnya sebagai murid.
Di bawah kaum stoic, linguistik mempunyai tempat yang penting dalam kontek filsafat secara menyeluruh. Kaum stoic membedakan antara bentuk (signifier) dan makna (signified). Kaum stoic juga mempelajari secara tersendiri aspek-aspek linguistic seperti fonetik, gramatika, dan etimologi. Dalam aspek fonetik, kaum stoic mmbuat suatu kemajuan dengan mempelajari bunyi ujaran sebagai bagian dari studi tentang bahasa. Mereka memperkenalkan adanya perbedaan ntara tiga aspek huruf tertulis, yaitu: nilai fonetik: /a/ ;bentuk tulis: α ; dan nama yang diberikan alpha alfa.
Lebih jauh sumbangsih kaum stoic dibidang linguistik adalah, kejelian mereka dalam mempelajari struktur suku kata bahasa Yunani dan menciptakan tiga klasifikasi urut-urutan bunyi, antara lain: (1) yang terjadi sebagai bagian yang mengandung makna dalam suatu wacana; (2) yang bisa terjadi sesuai dengan kaidah-kaidah bunyi yang berlaku dalam suatu bahasa, tetapi tidak mengandung makna tertentu; dan (3) yang tidak mungkin dibentuk dengan kandungan makna dalam bahasa.
Kaum stoic juga mennyempurnakan apa yang telah dicetuskan oleh Aristoteles dalam hal onoma, rhema, dan syndemoi. Untuk onoma, mereka menhkhususkan istilah onoma hanya pada nama diri (pronoun), sedangkan untuk kata benda umum (common nouns), mereka menggunakan istilah prosegoria. Sementara itu, rhema mereka bagi menjadi tiga macam, yaitu rhemata ortha untuk mengungkapkan kata kerja aktif transitif, hyptia, untuk mengungkapkan bentuk kata kerja pasif, dan oudetera digunakan untuk mengungkapkan kata kerja yang netral atau intransitif. Dan yang terkhir syndesmoi, mereka bagi menjadi dua bagian, istilah syndesmoi sendiri tidak berubah hanya saja funsinya bergeser untuk menyatakan preposisi-preposisi yang dapat berinfleksi, istilah yang kedua yaitu artha untuk menyatakan preposisi-preposisi yang tidak dapat berinfleksi.
Zeno dari Citium (bahasa Yunani: Ζήνων ὁ Κιτιεύς, Zēnōn ho Kitieŭs) (334 SM - 262 SM) adalah filsuf Yunani dari Citium (bahasa Yunani: Κίτιον), Siprus. Zeno adalah murid dari Crates dan merupakan pendiri sekolah filsafat Stoic. Tidak banyak yang dapat diketahui tentang kehidupan Zeno dalam sejarah. Di masa mudanya, Zeno adalah seorang pedagang, diceritakan bahwa pada umur 30 tahun, kapal yang ditupanginya karam, ketika ia berlayar dari Phoenicia menuju Peiraeus. Di daerah Peireus, di sepanjang perjalanannya, ia membeli buku-buku karya Socrates, dan timbullah keinginannya untuk dapat bertemu orang-orang seperti Socrates, dan ketika itu, ia bertemu dengan Crates. Akhirnya, Crates mengangkatnya sebagai murid.
Di bawah kaum stoic, linguistik mempunyai tempat yang penting dalam kontek filsafat secara menyeluruh. Kaum stoic membedakan antara bentuk (signifier) dan makna (signified). Kaum stoic juga mempelajari secara tersendiri aspek-aspek linguistic seperti fonetik, gramatika, dan etimologi. Dalam aspek fonetik, kaum stoic mmbuat suatu kemajuan dengan mempelajari bunyi ujaran sebagai bagian dari studi tentang bahasa. Mereka memperkenalkan adanya perbedaan ntara tiga aspek huruf tertulis, yaitu: nilai fonetik: /a/ ;bentuk tulis: α ; dan nama yang diberikan alpha alfa.
Lebih jauh sumbangsih kaum stoic dibidang linguistik adalah, kejelian mereka dalam mempelajari struktur suku kata bahasa Yunani dan menciptakan tiga klasifikasi urut-urutan bunyi, antara lain: (1) yang terjadi sebagai bagian yang mengandung makna dalam suatu wacana; (2) yang bisa terjadi sesuai dengan kaidah-kaidah bunyi yang berlaku dalam suatu bahasa, tetapi tidak mengandung makna tertentu; dan (3) yang tidak mungkin dibentuk dengan kandungan makna dalam bahasa.
Kaum stoic juga mennyempurnakan apa yang telah dicetuskan oleh Aristoteles dalam hal onoma, rhema, dan syndemoi. Untuk onoma, mereka menhkhususkan istilah onoma hanya pada nama diri (pronoun), sedangkan untuk kata benda umum (common nouns), mereka menggunakan istilah prosegoria. Sementara itu, rhema mereka bagi menjadi tiga macam, yaitu rhemata ortha untuk mengungkapkan kata kerja aktif transitif, hyptia, untuk mengungkapkan bentuk kata kerja pasif, dan oudetera digunakan untuk mengungkapkan kata kerja yang netral atau intransitif. Dan yang terkhir syndesmoi, mereka bagi menjadi dua bagian, istilah syndesmoi sendiri tidak berubah hanya saja funsinya bergeser untuk menyatakan preposisi-preposisi yang dapat berinfleksi, istilah yang kedua yaitu artha untuk menyatakan preposisi-preposisi yang tidak dapat berinfleksi.
Dionysius Thrax (170 SM‑90 SM)
Dionysius Thrax (170 SM‑90 SM)
Dionysius Thrax (Διονύσιος ὁ Θρᾷξ) (170 SM‑90 SM) adalah gramatikawan Helenistik dari Thrace yang hidup dan pemikiran-pemikirannya berkembang di Alexandria dan kemudian di Rhodes. Ia adalah salah satu penganut Alexandrian dan merupakan bapak dari gramatika tradisional.
Ulasan gramatika bahasa Yunani pertama "Art of Grammar" (Tékhnē grammatiké, Greek: τέχνη γραμματική/ Indonesia: seni grammatika) dihubungkan dengan namanya meskipun kemudian banyak sarjana-sarjana sekarang ini menyangsikan apakah karya tersebut benar-benar karya Thrax murni. Keraguan itu muncul karena pendekatan teknis yang ditemukan di hampir seluruh bagian karya tersebut berbeda dengan pendekatan literal yang ditemukan pada awal-awal bagiannya (mempunyai persamaan dengan tradisi orang-orang Alexandria pada abad-abad ke-2). "Art of Grammar", bahasannya difokuskan pada masalah deskripsi-deskripsi morfologi dari bahasa Yunani dan kurang memperhatikan aspek-aspek sintak. Karya ini diterjemahkan ke dalam bahasa Armenia dan Siria pada masa awal era kristiani.
Thrax memberi definisi kata ‘Tékhnē’ dalam karyanya Tékhnē grammatiké sebagai pengetahuan praktis tentang bahasa yang dipergunakan oleh para penulis puisi dan prosa, karena menurut dia, para penyair dan penulis prosa itu tahu bagaimana menggunakan bahasa secara baik dan benar untuk memikat hati para pembacanya. Oleh karena itu seperti halnya para sarjana Alexandia yang hidup pada zaman itu yang menyunting karya-karya pujangga Yunani dan teks-teks Homer, Thrax lebih memfokuskan pada usaha untuk mempermudah pembelajaran sastra Yunani klasik bagi siswa-siswanya yang berbahasa Koine Yunani.
Menurut Thrax, gramatika harus memilki enam bagian, yaitu: (1) petunjuk cara-cara membaca yang tepat dengan mempergunakan prosodi yang tepat; (2) penjelasan tentang ungkapan-ungkapan sastra yang dipakai dalam karya tulis penyair dan penulis prosa; (3) catatan-catatan tentnag segala sesuatu yang berhubungan dengan frasa-frasa ynag dipergunakan untuk mengungkap isi pokok bahasan; (4) penemuan etimologi kata-kata penting; (5) uraian fenomena kebahasaan yang mengikuti keteraturan analogis; dan (6) epreisasi terhadap karya sastra, yang menurutnya sebagai bagian yang paling terhormat dalam suatu gramatika.
Thrax membagi kata menjadi delapan klasifikasi. Pembagian ini tetap dipertahankan sampai abad pertengahan dan banyak mempengaruhi ahli-ahli ilmu bahasa di daratan Eropa sampai saat ini. Klasifikasi tersebut merupakan hasil penyempurnaan dari klasifikasi sebelumnya yang pernah diperkenalkan oleh Aristoteles. Delapan jenis kata tersebut antara lain: (1) Onoma (noun/kata benda), jenis kata yang dapat mengalami infleksi sesuai dengna kasus yang ada, yang menandai orang atau benda; (2) Rhema (verb/kata kerja), jenis kata yang tidak mengalami infleksi kasus, akan tetapi mengalami berinfleksi karena tense, manusia, bilangan, dan aktivitas atau proses; (3) Metoche (participle/ partisip), jenis kata yang mempunyai ciri-ciri sebagai kata kerja dan kata benda; (4) Arthon (article/ kata sandang) jenis kata yang mengalami infleksi kasus dan menempati posisi sebelum dan sesudah onoma; (5) Antonymia (pronoun/kata ganti), jenis kata yang menggantikan onoma, khususnya manusia; (6) Prothesis (preposition/ preposisi), jenis kata yang menempati awal kata-kata lain dalam suatu komposisi ata dalam sintaksis; (7) Epirhema ( adverb/kata keterangan), jenis kata yang tidak mengalami infleksi dalam perubahan kata kerja atau sebagai tembahan kata kerja; dan (8) Syndesmos (conjunction/konjungsi), jenis kata yang mengikat suatu wacana dan mengisi kesenjangan interpretasinya.
Thrax juga meletakkan landasan diskripsi morfologis bahasa Yunani atas dasar pemikiran kaum Alexandrian. Berbeda dengan kaum Stoic yang mengamati bahasa dari sudut pandang filosofis, kaum Alexandrian lebih memandang bahasa sebagai bagian dari kajian literatur dan merupakan penganut dari paham analogi. Oleh karenanya kajian tentang karya-karya Homer menempati posisi penting dalam pemikiran-pemikirn mereka. Thrax secara tegas membedakan bentuk dari makna, schema dari ennoia, dan memberikan struktur gramatika kepada sisi makna.
Dionysius Thrax (Διονύσιος ὁ Θρᾷξ) (170 SM‑90 SM) adalah gramatikawan Helenistik dari Thrace yang hidup dan pemikiran-pemikirannya berkembang di Alexandria dan kemudian di Rhodes. Ia adalah salah satu penganut Alexandrian dan merupakan bapak dari gramatika tradisional.
Ulasan gramatika bahasa Yunani pertama "Art of Grammar" (Tékhnē grammatiké, Greek: τέχνη γραμματική/ Indonesia: seni grammatika) dihubungkan dengan namanya meskipun kemudian banyak sarjana-sarjana sekarang ini menyangsikan apakah karya tersebut benar-benar karya Thrax murni. Keraguan itu muncul karena pendekatan teknis yang ditemukan di hampir seluruh bagian karya tersebut berbeda dengan pendekatan literal yang ditemukan pada awal-awal bagiannya (mempunyai persamaan dengan tradisi orang-orang Alexandria pada abad-abad ke-2). "Art of Grammar", bahasannya difokuskan pada masalah deskripsi-deskripsi morfologi dari bahasa Yunani dan kurang memperhatikan aspek-aspek sintak. Karya ini diterjemahkan ke dalam bahasa Armenia dan Siria pada masa awal era kristiani.
Thrax memberi definisi kata ‘Tékhnē’ dalam karyanya Tékhnē grammatiké sebagai pengetahuan praktis tentang bahasa yang dipergunakan oleh para penulis puisi dan prosa, karena menurut dia, para penyair dan penulis prosa itu tahu bagaimana menggunakan bahasa secara baik dan benar untuk memikat hati para pembacanya. Oleh karena itu seperti halnya para sarjana Alexandia yang hidup pada zaman itu yang menyunting karya-karya pujangga Yunani dan teks-teks Homer, Thrax lebih memfokuskan pada usaha untuk mempermudah pembelajaran sastra Yunani klasik bagi siswa-siswanya yang berbahasa Koine Yunani.
Menurut Thrax, gramatika harus memilki enam bagian, yaitu: (1) petunjuk cara-cara membaca yang tepat dengan mempergunakan prosodi yang tepat; (2) penjelasan tentang ungkapan-ungkapan sastra yang dipakai dalam karya tulis penyair dan penulis prosa; (3) catatan-catatan tentnag segala sesuatu yang berhubungan dengan frasa-frasa ynag dipergunakan untuk mengungkap isi pokok bahasan; (4) penemuan etimologi kata-kata penting; (5) uraian fenomena kebahasaan yang mengikuti keteraturan analogis; dan (6) epreisasi terhadap karya sastra, yang menurutnya sebagai bagian yang paling terhormat dalam suatu gramatika.
Thrax membagi kata menjadi delapan klasifikasi. Pembagian ini tetap dipertahankan sampai abad pertengahan dan banyak mempengaruhi ahli-ahli ilmu bahasa di daratan Eropa sampai saat ini. Klasifikasi tersebut merupakan hasil penyempurnaan dari klasifikasi sebelumnya yang pernah diperkenalkan oleh Aristoteles. Delapan jenis kata tersebut antara lain: (1) Onoma (noun/kata benda), jenis kata yang dapat mengalami infleksi sesuai dengna kasus yang ada, yang menandai orang atau benda; (2) Rhema (verb/kata kerja), jenis kata yang tidak mengalami infleksi kasus, akan tetapi mengalami berinfleksi karena tense, manusia, bilangan, dan aktivitas atau proses; (3) Metoche (participle/ partisip), jenis kata yang mempunyai ciri-ciri sebagai kata kerja dan kata benda; (4) Arthon (article/ kata sandang) jenis kata yang mengalami infleksi kasus dan menempati posisi sebelum dan sesudah onoma; (5) Antonymia (pronoun/kata ganti), jenis kata yang menggantikan onoma, khususnya manusia; (6) Prothesis (preposition/ preposisi), jenis kata yang menempati awal kata-kata lain dalam suatu komposisi ata dalam sintaksis; (7) Epirhema ( adverb/kata keterangan), jenis kata yang tidak mengalami infleksi dalam perubahan kata kerja atau sebagai tembahan kata kerja; dan (8) Syndesmos (conjunction/konjungsi), jenis kata yang mengikat suatu wacana dan mengisi kesenjangan interpretasinya.
Thrax juga meletakkan landasan diskripsi morfologis bahasa Yunani atas dasar pemikiran kaum Alexandrian. Berbeda dengan kaum Stoic yang mengamati bahasa dari sudut pandang filosofis, kaum Alexandrian lebih memandang bahasa sebagai bagian dari kajian literatur dan merupakan penganut dari paham analogi. Oleh karenanya kajian tentang karya-karya Homer menempati posisi penting dalam pemikiran-pemikirn mereka. Thrax secara tegas membedakan bentuk dari makna, schema dari ennoia, dan memberikan struktur gramatika kepada sisi makna.
Apollonius Dyscolus (2 SM)
Apollonius Dyscolus (2 SM)
Apollonius Dyscolus dianggap salah satu gramatikawan Yunani terbesar yang pernah hidup. Terlahir di Alexandria, ia adalah putra dari Mnesitheus. Rentang masa hidupnya tidaklah diketahui secara pasti. Nama panggilanya dalam bahasa yunani adalah ὁ δύσκολος, yang berarti ‘merengut/ cepat marah/ kritis (the Surly or Crabbed or Hard to please)’, karena sifatnya yang cepat marah dan pemikir. Ia hidup pada era penguasa Hadrian dan Antoninus Pius. Apollonius menghabiskan sebagian besar hidupnya di Alexandria, kota kelahirannya sekaligus kematiannya.
Apollonius adalah pencetus gramatika ilmiah. Sumbangsih terpentingnya di bidang linguistik adalah pada bidang sintaksis yang terefleksi dalam buku-bukunya. Apollonius menghasilkan banyak karya buku, kurang lebih dua puluh karya, akan tetapi hanya empat yang dapat kita pelajari hingga sekarang. Dari keempat buku tersebut, satu di antaranya mengkaji tentang sintaksis dan yang lainnya masing-masing mengkaji tentang jenis-jenis kata: kata-kata keterangan, konjungsi, dan kata-kata ganti. Di antara kajian-kajian sintaksis bahasa Yunani, karyanyalah yang pertama mengkaji tentang diskripsi dan analisa pemahaman sintaksis bahasa Yunani. Penerusnya, Pricianus, tiga abad kemudian, gramatikawan besar dari Romawi, mengadopsi pemikiran Apollonius tentang diskripsi dan analisa pemahaman sintaksis tersebut dan pemikiran Thrax tentang ‘Tékhnē’ ke dalam pemikirannya tentang diskripsi bahasa Latin.
Apollonius mendasarkan analisanya pada ‘Tékhnē’ dan observasi-observasi sintaksis yang dilakukan oleh para pendahulunya yang kebanyakan berasal dari kajian-kajian retorika. Ia menggunakan delapan kategori jenis kata yang sama seperti yang ada dalam ‘Tékhnē’, namun ia mendefinisikan kembali beberapa jenis kata tersebut agar batas penggunaannya lebih luas, seperti istilah Antonymia (pronoun/kata ganti), ia menambahkan fungsinya, tidak hanya sebagai kata yang menggantikan onoma, khususnya manusia saja, akan tetapi juga untuk subtansi-subtansi yang tak bersifat (ousia). Hasil pemikiran ini selanjutnya dipakai oleh Pricianus dan menempati kedudukan yang penting dalam pemikiran-pemikiran linguistik pada abad pertengahan.
Meskipun dasar analisa Apollonius adalah diskripsi morfologi dari bahasa Yunani yang ditulis oleh para sarjana Alexndrian, pandangan umumnya tentang masalah-masalah linguistik lebih condong ke aliran mentalis. Ia secara jelas membedakan antara bentuk (schema/form) dengan makna (ennoia/meaning) dalam peristilahannya dan menjastifikasi klasifikasi-lasifikasi gramatika berdasarkan referensi dan isi dari pada bentuk morfologikalnya.
Lebih jauh, Apollonius mendasarkan diskripsi sintaksisnya pada hubungan antara kata benda dan kata kerja dengan kata benda dan kata kerja lainnya dan antara kata benda dan kata kerja dengan bagian-bagiannya. Ia menyandarkan pada kasus kata-kata nominal yang terinfleksi, yang mempunyai hubungan timbal balik yang berbeda antara satu dengan yang lain dan antara kasus kata-kata nominal yang terinfleksi dengan kata-kata kerja, dan pada tiga jenis kata kerja yaitu, kata kerja aktif (active transitive), kata kerja pasif (passive) dan kata kerja netral (intransitive) dalam mendiskripsikan hubungan-hubungan tersebut. Diskripsi sintaksis ini adalah cikal bakal pembeda antara subjek dan objek dan konsep-konsep seperti keraturan (government) dan ketergantungan (dependency) pada ilmu linguistik masa sekarang.
Berkat jasa-jasa dan pemikiran-pemikiranya yang sangat besar dalam perkembangan ilmu linguistik, nama Apollonius diabadikan sebagai nama sebuah institut ‘the Apollonius Institute of Language and Linguistics’.
Monday, November 2, 2009
masalah
12 Januari 2009
MASALAH
Entah kata apa yang pantas,
Bangsat, anjing, setan, ataukah iblis untuk menyebutnya
Entah karna ajaran yang dianutnya ataukah memang sudah tabiatnya,
Keras kepala dan cenderung menghalalkan segala cara
Ketika ku duduk disini menulis sesuatu yang tak berarti pun
Dia dengan bengisnya menghujani maut di tanah yang katanya tempat para nabi- nabi
Menebar aroma kematian di tempat Al Aqso berdiri
Meluluhlantakkan bumi yang dianggap suci bagi tiga agama Illahi.
Sempat dalam hati ku bertanya
Tak berartikah jutaan anak tak berdosa terkapar bersimbah darah tak bernyawa?
Tak terketukkah hatinya mendengar ribuan ibu meraung meratapi anaknya yang hilang entah kemana?
Tak bosankan ia mengalirkan darah para pemuda pemberani yang melawan dengan melempari batu tank- tanknya?
Ah bodohnya aku…..
Dia bukanlah manusia tapi iblis yang menjelma,
Hati dan nurani manalah ia punya!
Ini bukan masalah agama bung!
Bukan masalah sejarah, bangunan megah, ataupun minyak yang melimpah.
Bukan masalah perseteruan abadi antara sunni dan syi'ah
Bukan pula masalah PBB yang tak kuasa berbuat apa-apa
Ataupun para pemimpin bangsa yang berlomba mengutuk keliarannya tanpa melakukan tindakan nyata untuk membela.
Ini masalah genocida jutaan nyawa tak berdosa,
Masalah kemanusiaan yang terkoyak jiwa dan raganya,
Masalah kebiadaban yang luar biasa di luar jangkauan nalar manusia,
Masalah perlu disegerakannya genjatan senjata,
Masalah Negara-negara tetangga yang menutup perbatasan mereka dikala kezaliman merajalela, kekejaman melanda, dan pembantaian membabi buta padahal mereka adalah saudara.
He.. Hamas!, he… Fattah!
Sudahlah..lupakan dulu sengketamu, buang dulu dendam pribadimu
Bersatulah…
Majulah…
Lawanlah….
Bejuanglah…
Demi menyeka air mata darah yang mengalir deras dari mata indahnya,
Demi mengeringkan tanah yang terbanjiri air mata yang bercampur darahnya.
By:
Awin
MASALAH
Entah kata apa yang pantas,
Bangsat, anjing, setan, ataukah iblis untuk menyebutnya
Entah karna ajaran yang dianutnya ataukah memang sudah tabiatnya,
Keras kepala dan cenderung menghalalkan segala cara
Ketika ku duduk disini menulis sesuatu yang tak berarti pun
Dia dengan bengisnya menghujani maut di tanah yang katanya tempat para nabi- nabi
Menebar aroma kematian di tempat Al Aqso berdiri
Meluluhlantakkan bumi yang dianggap suci bagi tiga agama Illahi.
Sempat dalam hati ku bertanya
Tak berartikah jutaan anak tak berdosa terkapar bersimbah darah tak bernyawa?
Tak terketukkah hatinya mendengar ribuan ibu meraung meratapi anaknya yang hilang entah kemana?
Tak bosankan ia mengalirkan darah para pemuda pemberani yang melawan dengan melempari batu tank- tanknya?
Ah bodohnya aku…..
Dia bukanlah manusia tapi iblis yang menjelma,
Hati dan nurani manalah ia punya!
Ini bukan masalah agama bung!
Bukan masalah sejarah, bangunan megah, ataupun minyak yang melimpah.
Bukan masalah perseteruan abadi antara sunni dan syi'ah
Bukan pula masalah PBB yang tak kuasa berbuat apa-apa
Ataupun para pemimpin bangsa yang berlomba mengutuk keliarannya tanpa melakukan tindakan nyata untuk membela.
Ini masalah genocida jutaan nyawa tak berdosa,
Masalah kemanusiaan yang terkoyak jiwa dan raganya,
Masalah kebiadaban yang luar biasa di luar jangkauan nalar manusia,
Masalah perlu disegerakannya genjatan senjata,
Masalah Negara-negara tetangga yang menutup perbatasan mereka dikala kezaliman merajalela, kekejaman melanda, dan pembantaian membabi buta padahal mereka adalah saudara.
He.. Hamas!, he… Fattah!
Sudahlah..lupakan dulu sengketamu, buang dulu dendam pribadimu
Bersatulah…
Majulah…
Lawanlah….
Bejuanglah…
Demi menyeka air mata darah yang mengalir deras dari mata indahnya,
Demi mengeringkan tanah yang terbanjiri air mata yang bercampur darahnya.
By:
Awin
Labels:
serba-serbi
Saturday, July 11, 2009
Holocaust
Holocaust
The phenomenon of holocaust, nowadays, intensively spoken by the world, since, the president chosen of Islamic republic of Iran, Mahmoud Ahmadinejad often loudly proclaim it. The story of holocaust has strong relation to the existence of Israeli state, in which they got a piece of land in Palestine in 1945 after War world II from majority of European Countries as the compensation of that issue. The president tried to advocate Palestine people by requestioning the truth of it. According to him holocaust is only a myth consciously spread out to justify the existence of Israeli state. If it was really happened, why should be Palestine not Germany or other European countries that has direct involvement and was responsible on it?
Moreover, the issue of holocaust is not up to date issue. More than fifty years ago it has became controversy among the historians, there were groups which agree and disagree. The first group who agree, majority from Zionist, they consider that Holocaust was really happened, they have obvious evidences to support it. For instance, they believes that the slaughtering of million Jews by Nazi was done in a gas room and that room until nowadays is still exist. According to them, they were butchered by using bio-chemical gas which has green color, and it can be found in that room. Unfortunately, the evidence once never be shown to the public. In the other side was group who disagree called revisionist. They strongly refuse and consider it as a myth, according to them holocaust is the greatest conspiracy ever done by “West” to justify the existence of Israeli state which is supposed as “the hand of West” or “the golden boy of USA” among Middle-East countries. They deny all the evidence given by Zionist by conducting some research. For instance for the gas used as the tools of butchered, hellion, they examined that that gas can not kill living creature, so how can it be used in that genocide as the tool.
In European countries, holocaust becomes some kind of belief in which there is no one who allows doubting, asking or conducting research to verify the truth of it. They are forced to believe without being given a chance to ask why; prison is waiting for those who disbelieve it. More extreme, in some countries there is a written law regulated it, usually someone who disbelieve holocaust is judged as anti-Jews and has to be jailed, they equivocate those kind of people will endanger the harmony of religion relationship.
Recently, a seminar discussed about holocaust was held in Teheran Iran, it was attended by many historians over the world interesting in this issue, not only from revisionist historians but also from historians who support it. Indeed, although there is no agreement reached concerning this issue, all participants feel satisfied, because it is the first time seminar which discuss concerning this issue. However, there was accidence, after attending this seminar; those historians have to get in touch with their state’s law, even some of them were arrested, and they were accused as anti-Jews.
Moreover, the issue of holocaust for the first time appeared after war world II. The European believes that there was a genocide done by NAZI to estimating 6.500.000 Jews in Europe especially in Germany. Adolf Hitler, the leader of NAZI known as leader who hates Jews very much. At the end of the war, for the consequences, there was an agreement signed by the leader of Germany and Zionist. Germany had to pay five thousand marks for one head; it was paid in installment started in 1965 until 2020. The European countries agreed to relocate the rest living of Jews, for this, they agreed to give a piece of land in Palestine; they reasoned that the land of ancestor of Jews was in Palestine. However, the question is, was the Palestine who live nowadays lived at the moment when million of Jews was expelled by the king of Rome, Nero? Can sin be heir? Should innocent people become the victim?
No matter whether we agree or disagree to the issue, the obvious thing is million innocent die because of this.
May God Smile Upon Us Always
The phenomenon of holocaust, nowadays, intensively spoken by the world, since, the president chosen of Islamic republic of Iran, Mahmoud Ahmadinejad often loudly proclaim it. The story of holocaust has strong relation to the existence of Israeli state, in which they got a piece of land in Palestine in 1945 after War world II from majority of European Countries as the compensation of that issue. The president tried to advocate Palestine people by requestioning the truth of it. According to him holocaust is only a myth consciously spread out to justify the existence of Israeli state. If it was really happened, why should be Palestine not Germany or other European countries that has direct involvement and was responsible on it?
Moreover, the issue of holocaust is not up to date issue. More than fifty years ago it has became controversy among the historians, there were groups which agree and disagree. The first group who agree, majority from Zionist, they consider that Holocaust was really happened, they have obvious evidences to support it. For instance, they believes that the slaughtering of million Jews by Nazi was done in a gas room and that room until nowadays is still exist. According to them, they were butchered by using bio-chemical gas which has green color, and it can be found in that room. Unfortunately, the evidence once never be shown to the public. In the other side was group who disagree called revisionist. They strongly refuse and consider it as a myth, according to them holocaust is the greatest conspiracy ever done by “West” to justify the existence of Israeli state which is supposed as “the hand of West” or “the golden boy of USA” among Middle-East countries. They deny all the evidence given by Zionist by conducting some research. For instance for the gas used as the tools of butchered, hellion, they examined that that gas can not kill living creature, so how can it be used in that genocide as the tool.
In European countries, holocaust becomes some kind of belief in which there is no one who allows doubting, asking or conducting research to verify the truth of it. They are forced to believe without being given a chance to ask why; prison is waiting for those who disbelieve it. More extreme, in some countries there is a written law regulated it, usually someone who disbelieve holocaust is judged as anti-Jews and has to be jailed, they equivocate those kind of people will endanger the harmony of religion relationship.
Recently, a seminar discussed about holocaust was held in Teheran Iran, it was attended by many historians over the world interesting in this issue, not only from revisionist historians but also from historians who support it. Indeed, although there is no agreement reached concerning this issue, all participants feel satisfied, because it is the first time seminar which discuss concerning this issue. However, there was accidence, after attending this seminar; those historians have to get in touch with their state’s law, even some of them were arrested, and they were accused as anti-Jews.
Moreover, the issue of holocaust for the first time appeared after war world II. The European believes that there was a genocide done by NAZI to estimating 6.500.000 Jews in Europe especially in Germany. Adolf Hitler, the leader of NAZI known as leader who hates Jews very much. At the end of the war, for the consequences, there was an agreement signed by the leader of Germany and Zionist. Germany had to pay five thousand marks for one head; it was paid in installment started in 1965 until 2020. The European countries agreed to relocate the rest living of Jews, for this, they agreed to give a piece of land in Palestine; they reasoned that the land of ancestor of Jews was in Palestine. However, the question is, was the Palestine who live nowadays lived at the moment when million of Jews was expelled by the king of Rome, Nero? Can sin be heir? Should innocent people become the victim?
No matter whether we agree or disagree to the issue, the obvious thing is million innocent die because of this.
May God Smile Upon Us Always
Labels:
serba-serbi
Friday, June 19, 2009
Selayang Pandang tentang Linguistik Sebuah Pendahuluan
Selayang Pandang tentang Linguistik
Sebuah Pendahuluan
By
Awinwijaya
Mungkin jika kita mendengar kata linguistik, muncul dibenak kita hal-hal yang menyeramkan dan sulit. Terbayang simbol-simbol aneh dan diagram-diagram yang gak jelas apa maksudnya. Anda mungkin pernah bertanya kenapa se para ilmuan kok repot-repot melakukan riset, yang seolah mempersulit diri sendiri, mengkaji tentang dan mencoba merumuskan sesuatu yang mungkin kita anggap remeh?. Kalau kita merenung sejenak memang alam ini adalah jutaan ato mungkin milyaran bahkan trilyunan data mentah yang tersedia untuk diteliti, alam ini berjalan tidak dengan sendirinya tapi mengikuti pola-pola teratur, ato sekenario yang berjalan dengan sangat rapi. Disinilah, otak manusia yang memang memiliki kecenderungan untuk 'ingin tau lebih' tertantang untuk mengetahui pola-pola itu, dan mencoba mencari manfaat dari hal-hal tersebut.
Kembali lagi ke bahasa, sebenaranya, memang tidak bisa dipungkiri kalau ilmu ini sulit-sulit gampang untuk dipelajari, kalau bicara masalah teori dijamin pasti membuat pening kepala, tapi jika melihat hal-hal disekitar kita, hampir semua aspek kehidupan bukan hanya manusia tapi semua makhluk tidak lepas dari yang namanya bahasa, dari situlah pentingnya bahasa untuk dipelajari. Jika ada orang bertanya kepada saya 'dalam dunia ini, apa yang paling penting untuk dipelajar menurut anda? Terlepas dari masalah religi, karna menurut saya itu masalah individu masing-masing makhluk, maka dengan mantap pasti saya akan menjawab 'linguistik', dan pertanyaan itu pastilah berlanjut 'mengapa?' ya diatas tadi itu alasannya, manusia tanpa bahasa seperti ikan hidup tanpa air, tidak bisa bertahan. Masak sih! Lha orang bisu kayak apa? Bahkan orang bisu sekalipun berbahasa, walaupun mulut mereka bisu karna dalam istilah kerennya vocal cord mereka bermasalah, mereka menggunakan indera lain untuk berkomunikasi dengan sesama, dalam bentuk gerakan-gerakan ato isayarat-isyarat, lazimnya disebut body language/ gesture.
Banyak sekali aspek-aspek dari bahsa yang bias kita kaji, mulai dari hal yang paling kecil yaitu bunyi (phone) sampai yang terbesar wacana (discourse). Sebelum kita masuk pada apa saja area dari linguistic ini, ada baiknya kita mengetahui dulu ape se bahasa itu? oke.. banyak sekali para sarjana yang mencoba memeberikan definisi tentang bahasa, dari banyak pendapat dapat disimpulkan bahwa yang disebut bahasa adalah system lambang bunyi yang arbitrer (semena-mena)yang digunakan oleh para anggota masyarakat untuk berkomunikasi antar sesama. Dari pengertian ini kita dapat menggarisbawahi bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer dan alat komunikasi.
Apa pula sistem lambang bunyi yang arbitrer/ semena-mena itu? Begini.. dalam bahasa dalam penamaan sesuatu bersifat semena-mena, tidak ada pola khusus yang mengatur hal ini, mengapa benda yang terbuat dari kayu ato besi ato plastic yang pada umumnya mempunyai empat pasang kaki dan terdapat sandaran di belakangnya yang fungsinya untuk tempat duduk disebut 'kursi', kenapa tidak ''asbak, buku, ato kepala' ato yang lainnya? jawabannya mudah karena bahasa mempunyai sifat arbitrer tersebut, that’s it. Tapi dalam bahasa tertentu, kita ambil contoh bahasa Indonesia, ada kata-kata tertentu yang seolah mempunyai kaitan dengan yang diwakilinya, semisal, kata 'menggonggong' adalah kata yang digunakan untuk menyebut bebiasaan anjing ketika mengeluarkan suara. Kata itu muncul karena memang suara anjing dalam telinga orang Indonesia 'gong..gong..gong…' karenanya hal itu disebut gonggong. Ato suara air yang mengalir di sungai ato tetes air yang jika jatuh mengenai benda lain, seperti batu, tanah dan sebagainya mengeluarkan bunyi kricik..kricik.., disebut 'gemercik', juga 'mengaung', 'mengeong', semilir, dan banyak lagi contoh yang lainnya. Fenomena apa ini? Seakan ada kaitan antara alam dan penamaan suatu benda. Di sisi lain, disamping arbitrer sifat bahasa yang lain secara khusus adalah onomatopoeia ato gema suara alam, lha..fenomena diatas masuk kategori yang kedua, lho kok??? Katanya bahasa sistem lambang bunyi yang sifatnya arbitrer??
Memang, sejak dari jaman Yunani kuno, telah terjadi kontrofersi tentang apakan bahasa itu arbitrer ato onomatopoeia, saat itu terdapat dua aliran yang berselisih pendapat mengenai hal ini, aliran pertama menyebut dirinya phusis, mereka berpendapat kalau bahasa itu onomatopoeia, bahasa adalah gema suara alam, terdapat kaitan yang kuat antara bahasa dengan alam, gema-gema suara alam seperti yang telah dicontohkan diatas dipakai manusia untuk menamakan konsep-konsep kebendaan yang ada di sekeliling mereka. Yang kedua adalah thesis, kebalikannya, mereka berpendapat bahwa bahasa bersifat arbitrer, yang artinya penamaan konsep-konsep kebendaan tidak mengikuti kaidah ato pola tertentu, semena-mena. Pendapat pertama memang tidak sepenuhnya tidak benar, karena sampai hari ini gejala-gejala tersebut dapat kita temukan di hampir semua bahasa yang ada di dunia, tapi khan tidak semua penamaan konsep kebendaan mempunyai hubungan dengan benda yang diwakilinya ya nggak??, yang ada malah kebanyakan konsep-konsep tersebut bersifat arbitrer, 'kenapa kursi?' 'kenapa meja?', kasur, duduk, berdiri, lari' dan sebagainya adalah contoh-contohnya. Makanya para linguis (sebutan untuk para ahli dan pengkaji linguistik) sepakat kalau sifat dasar bahasa itu arbitrer.
Kata linguistik sendiri secara sederhana berarti ilmu yang mengkaji tentang bahasa. Sarjana Perancis yang sangat tersohor, Ferdinand de Saussure, pernah denger nggak nama ini?? Sarjana bidang linguistic yang sangat brilian, yang oleh sebagian mahasiswa-mahasiswanya, kumpulan kuliah-kuliahnya yang terdiri dari tiga seri dibukukan dan di beri judul Cours de Linguistique Generale yang menjadikannya terkenal sebagai peletak dasar linguistic moderen, oleh karenanya dia disebut-sebut sebagai bapak linguistik moderen sekaligus bapak aliran strukturalisme dalam hal kebahasaan, aliran yang menganggap bahwa bahasa tidak ubahnya seperti bangunan (structure), bahasa menurut paham ini, dibangun dari kalimat-kalimat; selanjutnya kalimat dibangun dari klausa-klausa; klusa dari frasa; dan seterusnya sampai unit terkecil dari bahasa yaitu bunyi.
Saussure membagi bahasa menjadi tiga aspek, yaitu langage, langue, dan parole, ketiganya berasal dari bahasa Perancis yang mengandung pengertian bahasa, tetapi yang cukup berbeda sehingga dimanfatkan oleh Saussure untuk mengungkapkan aspek-aspek bahasa. Perbedaan itu memungkinkan dia untuk menggambarkan ato memposisikan bahasa sebagai benda atau objek yang dapat diteliti secara ilmiah.
Kata pertama, yaitu langage, merujuk pada bahasa manusia secara umum, sebagai sistem lambang bunyi yang arbitrer (semena-mena)yang digunakan oleh para anggota masyarakat untuk berkomunikasi antar sesama. Jadi diantara ketiga istilah diatas cakupan langage adalah yang terluas dan masih bersifat general, abstrak dan universal, tidak merujuk ke bahasa tertentu, tapi bahasa manusia secara keseluruhan. Sedangkan kata yang kedua, langue, lebih sepesifik, merujuk pada system bahasa tertentu secara keseluruhan, ato kita juga bisa menyebut bahwa langue adalah kaidah bahasa suatu masyarakat tertentu. Jadi cakupannya lebih sempit daripada langage. Yang ketiga adalah parole, secara sederhana berarti tindak bicara ato bahasa yang diucapkan oleh anggota masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, dalam hal ini berbentuk ujaran-ujaran, jadi lebih konkrit dan lebih condong ke individu masing-masing, pengungkapannya bersifat sementara dan heterogen (manifestasi individu dari bahasa). Kita bisa mengatakan sebagai makhluk social, manusia mempunyai langue, dan sebagai makhluk individu manusia mempunyai parole dalam bebahasa.
Menurut Saussure pengkajian langage terdiri dari dua bagian. Pertama, kajian yang berobyek pada langue, yang pada dasarnya social dan tidak tergantung pada individu. Dan yang kedua pada parole, tataran individual dari langage. Meskipun kedua obyek tersebut berkaitan erat dan saling menunjang, dalam hal ini langue diperlukan agar parole dapat dipahami, karena seperti disebutkan diatas, langue adalah kaidah ato aturan bahasa yang berlaku dalam masyarakat, ujaran ato perkataan seseorang bisa dimengerti oleh orang lain karena di dalam masyarakat tersebut mempunyai sebuah konvensi aturan tentang bahasa yang mereka gunakan, disisi lain parole diperlukan untuk membentuk langue tersebut, kok bisa?? Pada kenyataannya kita belajar mengerti bahasa ibu kita dengan cara mendengarkan orang lain berbicara, hal ini juga menjawab pertanyaan mengapa di dalam ketrampilan berbahasa ketrampilan mendengar menenpati posisi teratas, dan kenyataan bahwa kesan-kesan saat mendengarkan orang lainlah yang merubah kebiasaan berbahasa kita, dalam hal pengkajiannya, antara langue dan parole sangatlah berbeda, kita tidak bisa mempelajari bahasa dengan menggabungkan kedua aspek tersebut.
Pada kenyataannya, realita dari linguistic yang dapat dikaji secara ilmiah adalah langue, bukan parole, karena parole itu sendiri yang bersifat perseorangan, bervariasi, berubah-ubah, dan mengandung hal yang baru. Terlebih lagi di dalamnya tidak ada kesatuan system, jadi tidak dapat diteliti secara ilmiah. Sedangkan langue adalah pola kolektif, yang dimiliki oleh setiap penutur. That's it!!! Moga bermanfaat…….maju terus linguistik Indonesia!!!!!
References:
Chaer, A. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Reneka Cipta.
Robins, RH. 1967. A Short History of Linguistics. Blommington: Indiana University Press.
Saussure, Ferdinand de. 1973. Cours de Linguistique Generale. Diterjemakan oleh Rahayu S. Hidayat. 1988. Pengantar Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Wahab, A. 2006. Isu Linguistik. Surabaya: Airlangga University Press.
Yule, G. 2001. The Study of Language. Cambridge: Cambridge University Press.
Labels:
serba-serbi
Subscribe to:
Posts (Atom)